Selamat
Hari Kartini, Perempuan Indonesia.
Sudah
terhitung kesekian kalinya perayaan terhadap ‘kebebasan’ perempuan Indonesia
dirayakan di bumi pertiwi ini, namun apakah benar kita semua sudah benar-benar
bebas? Bebas untuk berpendapat? Bebas untuk menentukan untuk masa depan?
Apakah sudah demikian bebas?
Perempuan sendiri dalam hierarki sosial
dikenal sebagai makhluk sekunder yang selalu dinomorduakan dibandingkan dengan
pria, lebih-lebih di Asia yang kebanyakan masih menganut patriarki yang mana
menganggap derajat pria tentulah di atas dan melebihi derajat pria. Perempuan
sendiri erat kaitannya dengan dapur, beberes rumah hingga urusan ranjang.
Sementara bagaimana dengan pekerjaan lainnya? Perempuan sering kali dipandang
sebelah mata terkait dengan kemampuannya, “mampukah anda memimpin kelompok?”,
“mampukah anda tidak melibatkan emosi pada diskusi ini?, “mampukah anda
berfikiran logis?”, “mampukah anda melalui semua ini?”. Atau yang paling buruk
adalah perempuan tidak diperbolehkan dengan muncul di ruang publik dengan
dalih, “lakukanlah kewajibanmu yang sesuai kodratnya.”-yang notabene urusan rumah tangga, beberes rumah dan urusan ranjang. Berinduk dari pemikiran yang
demikian tak jarang perempuan dijadikan objek yang mampu digunakan sesuka hati
ataupun hanya muncul jika dikehendaki, dikesampingkan statusnya sebagai manusia
yang juga memiliki kemampuan.
Padahal,
jika ditinjau kembali perempuan sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) adalah orang (manusia) yang mempunyai puki, dapat menstruasi, hamil dan
melahirkan anak, menyusui; sementara arti lainnya adalah betina. Sementara
hal-hal lain di luar yang telah disebutkan berarti bukanlah kewajiban ataupun
kodrat perempuan. Perempuan tidak berkewajiban untuk melakukan urusan dapur
ataupun beberes rumah, perempuan juga berhak untuk melakukan pilihannya. Perempuan pun bebas menentukan jalan mana yang diambil untuk melangkah.
Sedikit ungkapan hati. Jujur saja, saya acap kali geram dengan berbagai konklusi tidak relevan, "cantik sih sayang murahan." Padahal ia mendapat predikat murahan HANYA karena pakaiannya yang terbuka dan dianggap merangsang birahi, padahal kami (perempuan) bebas memakai apapun yang kami kehendaki tanpa bermaksud merangsang birahi atupun menyenangkan pria-pria ataupun masyarakat di luar sana. Di sisi lain, perempuan juga kerap diperbincangkan jika dia merokok, padahal ada apa jika dia merokok? Tidak ada yang salah dengan perempuan merokok, toh rokok sendiri bukanlah benda sakral yang hanya bisa dimiliki ataupun digunakan oleh pria. Tidak ada larangan untuk perempuan untuk berpakaian apapun yang diinginkan ataupun bahkan merokok.
Menurut saya, perempuan bukanlah alat pemuas opini masyarakat yang harus mengikuti standar 'perempuan yang sesungguhnya' di kacamata orang lain. Setiap perempuan berhak memilih.
atasan: DIY
bawahan: Sanaya (yang sejatinya adalah selembar kain jarit)
sepatu: vince camuto
selamat hari kartini. bagus kebayanya.. ;)
ReplyDeletekiss,
www.riskinovianti.blogspot.com
really love this accent of traditional outfit!
ReplyDeletewww.stylefrontier.com
Nice look :)
ReplyDeleteGorgeous!!
ReplyDeleteLove your look
Www.callmeponyboy.blogspot.com
ayu tenan
ReplyDelete